Penerapan Simbolisasi Noken Dalam Desain Bentuk Pusat Budaya Papua di Nabire

 

JOURNAL-TAKO / Jurnal Hasil riset salah satu mahasiswa arsitektur merupakan karya tugas akhir ia fokus dengan judul: Penerapan Simbolisasi Noken Pada Desain Bentuk Pusat Budaya Noken Papua di Nabire. (18/10/2023)


Noken orang Papua merupakan budaya asli yang sedang berkembang di tanah Papua barat dengan beragam ciri khas masing-masing. Noken sendiri tidak hanya sekedar terwujud tas untuk fungsi wadah. Namun, selebihnya memiliki nilai filsafat tinggi yang mendasar kehidupan orang Papua. 

Noken tersebut ditetapkan oleh UNESCO menjadi warisan budaya dunia tak benda, namun bermunculan sebagai permasalahan yang sangat berpotensi menggerakan, gunannya untuk  menghilangkan noken orang Papua dengan segala makna filosofinya. 

Atas dasar itulah diperlukan kehadiran Pusat budaya noken Papua Ibukota Provinsi Papua Tengah pemekaran baru dari Provinsi Papua untuk dapat pengawalan, pengembangan, pelatihan dan edukasi tradisional terhadap noken Papua di Papua tengah, secara arsitektural desain bentuk bangunan pusat budaya Nabire berkonsep simbolisasi terhadap noken anggrek dan rumah Honai. 

Hal tersebut dimaksudkan agar terwujudnya Pusat Budaya Noken Papua menjadi simbol yang menyiratkan bahwa di dalamnya terdapat aktivitas pelestarian dan pengembangan noken Papua. Untuk mencapai desain simbol tersebut dipilih metode simbolisasi denotatif.

Bayangkan kehadiran bangunan gedung Pusat budaya Noken Papua di ibukota Provinsi Papua Tengah dengan segala aktivitasnya dapat melestarikan, mengembangkan noken Papua dan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat Papua tentang noken Papua sebagai karya bangsa dan identitas orang asli Papua. 

Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI) memiliki kekayaan adat istiadat bangsa luar biasa banyaknya dan berbagai ragamnya dari Sabang sampai Merauke (Kartika, Dharsono Sony, 2007).

Salah satu hasil dari kebudayaan itu adalah Noken Papua menurut (Safei Ricardo Desima. 2017; Titus Pekei. 2012). Noken merupakan instrumen penting ketika internalisasi nilai budaya Papua yang menjatuh dalam kehidupan masyarakat  orang asli Papua. 

Salah satu budaya karya asli yang kaya raya akan budaya Indonesia nilai paling tinggi bahkan telah ditetapkan sebagai warisan dunia pada 04 desember 2012, oleh PBB untuk bidang pendidikan, keilmuan dan kebudayaan UNESCO adalah noken dari Papua (https://ich.unesco.org/2012)

Penetapan ini sekalingus sebagai bentuk pengakuan dunia terhadap noken dengan segala nilai yang terkandung di dalamnya. Masyarakat Papua pada umumnya patut berbangga atas pengakuan ini, karena akan berdampak pada kelestarian pengenalan noken secara mendunia. 

Secara fisik noken adalah tas atau kantong yang berfungsi sebagai wadah untuk mengisi, menyimpan dan membawa barang maupun anak. 

Berbagai jenis noken tersebar hampir diseluruh wilayah Papua. Menurut Otniel Safkaur, dkk, (2021) noken tersebar dan dimiliki oleh lebih dari 250 suku di Papua. Walaupun secara fisik noken hanya berupa tas namun memiliki nilai-nilai filosofi tinggi yang hidup dan terimplementasi dalam kehidupan keseharian masyarakat Papua. 

Nilai-nilai filosofi di dalam noken tersebut adalah nilai-nilai moral dan etika kehidupan yang diterapkan pada petunjuk Tuhan Sang Pencipta. Sementara itu nilai filosofis noken menurut Oly Viana Agustine (2019) mengandung arti sebagai kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan. 

Di sisi lain Hugo Warami (2015) dalam Oly Viana Agustine (2019) menyatakan adanya simbol-simbol yang bermakna filosofis, yaitu simbol hubungan, kekeluargaan, identitas, perlindungan, ekonomi, kehidupan, estetika, dan spontanitas, kejujuran, keterbukaan, dan transparansi. 

Sementara itu Avelinus Lefaan (2022) mengungkapkan adanya lima nilai keutamaan yang terkandung dalam filosofi noken bagi masyarakat Papua, yaitu keselarasan, lambang kesuburan, pemersatu suku dan bangsa, pandangan hidup bersama, dan melekatkan batin masyarakat Papua. 

Meskipun noken sangat mengakar di Papua dan telah menjadi nadi kehidupan maupun telah mendapatkan pengakuan dari Unesco, namun terdapat beragam masalah yang mengancam akan mengancam keberadaan dan perkembangan noken di masa depan. 

Permasalahan yang dapat ditelusur antara lain kurangnya pendataan tentang noken, informasi noken, klasifikasi noken, tenaga kerja, tenaga ahli, manajemen pemasaran produk noken, regenerasi pengrajin dan lain sebagainya.

Permasalahan tersebut muncul karena tidak ada pihak yang secara khusus mengelola dan bertanggung jawab terhadap keberadaan noken. Sementara itu pengaruh modernisasi juga menjauhkan masyarakat dari noken.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan suatu wadah yang secara khusus bertugas mengelola noken untuk kelestarian dan pengembangannya. 

Upaya tersebut didasarkan juga atas Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Takbenda melalui Peraturan Pemerintah no. 78 tahun 2007 tentang budaya tak benda.

Wadah pengelola noken tersebut berupa “Pusat Budaya Noken Papua” di kabupaten Nabire. Secara spesifik Pusat Budaya Noken Papua di Nabire harus mampu sebagai penjaga, pelestari, dan sebagai pusat pendidikan, pelatihan, dan pembinaan noken.

Secara arsitektural Pusat Budaya Noken Papua di Nabire ini akan menerapkan bentuk noken dan honai. Bentuk noken dipilih sebagai upaya simbolisasi terhadap fungsi pelestarian, pemeliharaan, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pembina terhadap noken Papua di Pusat Budaya Noken Papua. 

Sementara itu bentuk honai dipilih untuk mendekati bentuk arsitekturnya sebagai upaya kontekstualisasi terhadap arsitektur rumah honai yang merupakan arsitektur khas Papua.

Harapannya adalah bahwa keberadaan Pusat Budaya Noken Papua akan menjadikan noken lestari dan berkembang sebagai kekhasan budaya masyarakat Papua di Nabire. Artikel ini sebelumnya publikasi https://ejournal.widyamataram.ac.id/index.php/pendapa/article/view/867/430 

Share this

First
Comments


EmoticonEmoticon

Con tecnologรญa de Blogger.