RISET LIPI: EMPAT AKAR MASALAH KONFLIK PAPUA


Ilustrasi Masalah Papua. tirto.id/Lugas

JOURNAL-TAKO / Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muridan S Widjojo, menyatakan masalah Papua harus diselesaikan lewat jalan dialog dengan para tokoh setempat untuk dapat memulihkan kepercayaan politik bergabung dengan Indonesia. 


Menurut Muridan, kebuntuan politik sudah meluas dan lama sehingga menjadi kompleks.

"Sehingga ada kesulitan menemukan apa sih sebenarnya akar masalahnya," ujar Muridan di Komisi I DPR RI, Jakarta, Selasa 15 November 2011. "Maka dialog menjadi penting untuk membuat masyarakat Papua dan Pemerintah Indonesia bersepakat mengenai akar masalah itu dulu."


Persepsi tentang akar masalah Papua versi pemerintah - bahwa semua disebabkan faktor kesejahteraan yang kurang sehingga muncul keinginan Papua untuk merdeka, menurut Muridan, tidak dibenarkan oleh masyarakat Papua sendiri. 

"Mereka bilang tidak seperti itu.

Nah oleh karena itu, perlu dibentuk suatu kesepakatan dulu. Dialog akan membuka jalan untuk itu," kata Muridan. 

Lewat dialog, lanjut Muridan, akan menyepakati masalah dan menemukan jalan untuk menyelesaikan masalah itu. 


Menurut studi yang dilakukan LIPI, Muridan menjelaskan, ada '4 Akar Masalah di Papua'. 


1. Masalah 'Sejarah dan Status Politik Integrasi Papua ke Indonesia'. 

"Orang Papua masih belum merasa bahwa proses integrasi ke dalam Indonesia itu benar. Itu harus dibicarakan," kata Muridan.


2. Masalah operasi militer yang terjadi karena konflik tersebut di atas yang tak terselesaikan. 

Operasi militer yang berlangsung sejak tahun 1965 hingga kini, membuat masyarakat Papua memiliki catatan panjang mengenai 'Kekerasan Negara dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia'. 

"Itu membuat masyarakat Papua semakin sakit hati terhadap Indonesia. Luka kolektif itu terpendam lama dan selalu mereka sosialisasikan itu di honai-honai (rumah-red)," kata Muridan.


Oleh karena itu, Muridan memandang fenomena gerakan generasi muda Papua yang lebih radikal dapat dipahami dengan penjelasan di atas. 

"Karena Kekerasan Negara dan Pelanggaran HAM yang tak pernah kita pertanggung-jawabkan," kata Muridan.


3. Semua hal di atas membuat masyarakat Papua timbul stigma sebagai orang yang 'Termarjinalisasikan'. 

"Dengan migrasi, pembangunan, dan lain-lain yang tidak melibatkan orang Papua, maka mereka merasa tersingkir," kata Muridan.


Jika sudah merasa tersingkir dengan kenyataan kondisi pendidikan dan kesehatan yang buruk, lanjut Muridan, masyarakat Papua semakin merasa 'Terdiskriminasi' oleh proses modernisasi. 

"Kalau Anda kurang gizi dan bodoh, maka Anda tidak akan dapat pekerjaan yang baik. Di situ Anda terdiskriminasi oleh struktur," kata Muridan.


4. 'Kegagalan Pembangunan Papua'. 

"Kita gagal membangun. Ukurannya sederhana saja, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat," kata Muridan. 

Kenyataan di Papua, lanjut Muridan, mudah sekali menemukan sekolah yang tidak berjalan proses belajar mengajar karena tidak ada guru dan juga Puskesmas yang kosong karena tidak ada tenaga medis dan obat-obatan.


"Negara tidak hadir di bagian-bagian di mana orang Papua membutuhkan," kata Muridan. (*)



Share this

Previous
Next Post »
Comments


EmoticonEmoticon

Con tecnologรญa de Blogger.